Imam asy-Syafi'i rahimahullah (Wafat: 204H) menegaskan, “Tidak ada seorang pun melainkan ia wajib bermazhab dengan sunnah Rasulullah dan mengikutinya. Apa jua yang aku ucapkan atau tetapkan tentang sesuatu perkara (ushul), sedangkan ucapanku itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah, maka yang diambil adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan demikianlah ucapanku (dengan mengikuti sabda Rasulullah).” (Disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam I’lam al-Muwaqq’in, 2/286)
__________________________________________________________________________________

| Nawawi | Aqeedah | Fiqh | Anti Syirik | Galeri Buku | Galeri MP3 | U-VideOo |
__________________________________________________________________________________

Rabu, 20 Ogos 2008

108 - KEUTAMAAN DI BULAN RAMADHAN

KEUTAMAAN DI BULAN RAMADHAN

http://fiqh-sunnah.blogspot.com

Ramadhan adalah bulan kebaikan dan barakah, Allah memberkahinya dengan banyak keutamaan yang antaranya adalah sebagaimana berikut:

1. Bulan Al-Qur'an

Allah menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, penawar bagi kaum mukminin, membimbing kepada yang lurus, memperjelaskan jalan petunjuk yang sebenar, ia diturunkan pada malam Lailatul Qadar iaitu suatu malam di dalam bulan Ramadhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang ertinya:

“Bulan Ramadhan itulah bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur'an yang menjadi petunjuk bagi manusia, dan menjadi keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan membezakan di antara yang hak dengan yang bathil. Maka barang siapa di antara kamu melihat bulan itu hendaklah ia berpuasa.” (Surah al-Baqarah, 2: 185)

2. Dibelenggunya syaitan dan ditutupkan padanya pintu-pintu neraka dan di bukanya pintu-pintu surga

Pada bulan Ramadhan ini keburukan menjadi sedikit, kerana dibelenggu dan diikatnya syaitan dengan salasil (rantai), belenggu dan “Ashfad”, mereka tidak berupaya lepas bebas mengganggu manusia sebagaimana bebasnya di bulan-bulan yang lain, kerana kaum muslimin sibuk dengan puasa, hingga hancurlah syahwat, dan juga kerana bacaan al-Qur'an serta seluruh ibadah yang mengatur dan membersihkan jiwa, Allah berfirman (yang ertinya):

“Telah diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang yang terdahulu sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa.” (Surah al-Baqarah, 2: 183)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam bersabda (yang ertinya): “Jika datang bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu syurga (Dalam riwayat Muslim: “Dibukakan pintu-pintu rahmat”) dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggulah syaitan.” (Hadis Riwayat al-Bukhari (4/97) dan Muslim (1079))

Semuanya itu sempurna di awal malam bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang ertinya):

“Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syaitan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka tidak ada satu pintu pun yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu syurga tidak ada satu pun yang tertutup, menyerulah seorang penyeru: “Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin keburukan kurangilah, Allah mempunyai orang-orang yang dibebaskan dari neraka, ianya terjadi pada setiap malam. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (682) dari Ibnu Majah (1642) dan Ibnu Khuzaimah (3/188) dari jalan Abi Bakar bin Ayyash dari al-A'masy dari Abi Hurairah. Dan sanad hadis ini hasan)

3. Malam Lailatul Qadar

Engkau telah tahu wahai hamba yang beriman bahawa Allah Jalla Jalallah memilih bulan Ramadhan kerana diturunkan padanya al-Qur'an al-Karim, dan mungkin untuk mengetahui hal ini dibantu qiyas dengan kepelbagaian macam cara, di antaranya:

1. Hari yang paling mulia di sisi Allah adalah di bulan yang diturunkan padanya al-Qur'an, sehingga harus dikhususkan dengan pelbagai jenis/bentuk amalan.

2. Sesungguhnya jika satu nikmat dicapai oleh kaum muslimin mengharuskan adanya tambahan amal sebagai penzahiran rasa syukur kepada Allah, hal ini adalah berdasarkan firman Allah setelah menceritakan sempurnanya nikmat di bulan Ramadhan (yang ertinya):

“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya, dan supaya kamu mengagungkan Allah terhadap sesuatu yang Allah telah menunjukkan kamu (kepadanya) dan mudah-mudahan kamu mensyukuri-Nya.” (Surah al-Baqarah, 2: 185)

Firman Allah Tabaroka wa Ta'ala berkenaan setelah selesainya nikmat haji yang ertinya:

“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (Surah al-Baqarah, 2: 200)

4. Diwajibkan Untuk Berpuasa

1. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati berbuat kebajikan maka itu lebih baik baginya.

Kerana keutamaan-keutamaan di atas, maka Allah mewajibkan kaum muslimin untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Oleh kerana memutuskan jiwa dari syahwatnya (makan, minum, dan seks) dan menghalanginya dari apa yang biasa dilakukan termasuk perkara yang paling sukar, kewajiban berpuasa disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah, setelah hati kaum mukminin kukuh dalam bertauhid dan dalam mengagungkan syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk melakukan puasa dengan bertahap, pada awalnya mereka diberi pilihan untuk berbuka atau puasa beserta diberi semangat (kekuatan) untuk berpuasa, kerana puasa masih terasa berat bagi para sahabat Radhiallahu 'anhum. Barangsiapa yang ingin berbuka kemudian membayar fidyah dibolehkan, Allah berfirman yang ertinya:

“(Iaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Surah al-Baqarah, 2: 184)

2. Barangsiapa yang melihat hilal (anak bulan) Ramadhan, maka hendaklah berpuasa

Kemudian turunlah kelanjutan ayat tersebut yang menghapus hukum di atas, perkara ini dikhabarkan oleh dua orang sahabat yang mulia: Abdullah bin Umar dan Salamah bin al-Akwa' Radhiallahu 'anhum, keduanya berkata: “Kemudian dihapus oleh ayat: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeza (di antara yang hak dengan yang bathil). Kerana itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Surah al-Baqarah, 2: 185)

Dan dari Ibnu Abi Laila dia berkata: “Sahabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan kepada kami: “Ketika turun kewajiban puasa di bulan Ramadhan terasa memberatkan mereka, barangsiapa yang tidak mampu dibolehkan meninggalkan puasa dan memberi makan seorang miskin, sebagai keringanan bagi mereka, kemudian hukum ini dihapuskan oleh ayat: “Berpuasa itu lebih baik bagi kalian”. Akhirnya mereka disuruh berpuasa. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mu'allaq (8/181, al-fath), dimaushulkan oleh al-Baihaqi di dalam Sunannya (4/200) sanadnya hasan)

Bermula dari saat itu menjadilah ibadah puasa sebagai salah satu kewajiban umat Islam, dan menjadi salah satu rukun agama berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasalam (yang ertinya):

“Islam dibangunkan di atas lima perkara: Syahadah Laa ilaha illallahu, wa anna Muhammad Rasulullah, mendirikan solat, menunaikan zakat, dan menunaikan haji ke baitul haram, serta puasa di bulan Ramadhan”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (1/47), Muslim (16) dari Ibnu Umar)

Tiada ulasan: